Faith after Bad Times

Sebuah buku “ When bad things happen to Good People “ merupakan buku paling laris ditulis oleh Harold S. Kushner ; Seorang Rabbi yang tergolong konservatif menuliskan buku tersebut dengan setting kematian tragis putra bungsunya. Ia mencoba memahami keparahan penyakit anaknya serta penderitaannya sendiri. Dalam pemeriksaan diri yang dilakukannya sendiri, ia menyimpulkan bahwa selama ini ia tergolong sebagai seorang yang baik dan putranya dianggap tidak pantas untuk menderita kepedihan seperti ini. Pertanyaannya adalah : “ Apakah suffering membawa kita untuk meninggalkan Tuhan ?”.


Kitab Ayub adalah salah satu kisah Alkitab yang paling terkenal, sebuah kisah tentang seorang laki-laki yang saleh dan jujur, yang meskipun ditimpa oleh segala macam malapetaka dan tragedy, tidak pernah goyah kesetiaannya terhadap Allah. Kisah Ayub dibuka dengan menunjukkan Iblis yang meragukan iman Ayub dan ia berkata kepada Allah bahwa “ Worship “ Ayub dikarenakan “ Blessings “ yang diberikan oleh Allah. Kesehatan, kekayaan dan kebahagiaan ada dalam kehidupannya. Iblis mengusulkan dengan licik bahwa iman Ayub tidak akan bertahan terhadap pencobaan ini. Sebagai tanggapan Allah mengizinkan ( permitted ) Iblis menguji Ayub dan ia menjatuhkan Ayub dalam kemiskinan, anak-anaknya mati, tertimpa penyakit yang mengerikan dan menyakitkan. Dalam empat puluh dua pasal, Alkitab bertutur kepada kita bagaimana menderitanya Ayub. Istri Ayub menawarkan “ her best solution “ yang bersumber kepada keputusasaan yang luar biasa “ kutukilah Allahmu dan matilah “. What a pesimistic view ! Namun Ayub menolak mengutuki Allah tapi malah menyatakan “ Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil, Terpujilah Nama Tuhan “. Sahabat-sahabat Ayub menegaskan dirinya harus bertobat dari dosa-dosanya, bersikeras bahwa tragedy yang dialaminya adalah hukuman Tuhan atas kesalahan yang telah dibuatnya. Padahal Ayub tahu bahwa ia tak melakukan kesalahan apapun. Ayub memohon dengan sangat kepada Allah untuk menjelaskan mengapa kemalangan ini menimpa dirinya. Ayub mengerti bahwa bagaimanapun hebatnya penderitaannya , ia tidak sendirian. Bagi Ayub, mempertanyakan Allah bukanlah menyangkali Tuhan tetapi menegaskan eksistensi Allah sendiri dalam kehidupannya. Tidak bisa dipungkiri Ayub begitu sedih sampai ia meratap dan mengutuki hari kelahirannya, tetapi ia tidak kelewat batas alias tidak mengutuki Allah. Ia tetap teguh kepada Tuhan. What a amazing faith ! Frustasi tetapi tanpa kehilangan iman kepercayaannya. Allah memberikan anugerah atas keteguhan hatinya dengan memulihkan kekayaannya dua kali lipat, keluarga dan juga kesehatannya. Sahabat-sahabatnya dihukum karena menambah kesedihan Ayub dan hidup Ayub masih hidup bahagia seratus empat puluh tahun lamanya. Tetapi Ayub tidak pernah memperoleh jawaban. Satu-satunya penjelasan Allah atas penderitaan yang diderita oleh Ayub adalah serangkaian pertanyaan ;“Dimanakah engkau ketika Aku meletakkan dasar bumi ? … Dapatkah engkau menyaringkan suaramu sampai keawan-awan, sehingga banjir meliputi engkau? … Dapatkah engkau memburu mangsa untuk singa betina dan memuaskan selera singa-singa muda? …oleh pengertianmukah burung elang terbang mengembangkan sayapnya menuju ke selatan? Dengan perkataan lain, sepertinya Allah berfirman kepada Ayub “ Aku mengendalikan dunia yang luas dan complicated ini dan engkau tak mungkin dapat menangkap alasan yg demikian banyak mengapa Allah melakukan apa yang Aku lakukan “.

Dan Ayub yang mendengar semua itu, menyimpulkan “ aku ini terlampau hina jawab apakah yang dapat kuberikan kepada-Mu ? Mulutku kututup dengan tangan “. Inilah sikap Ayub pada akhirnya, setelah semua pengalamannya yang mengerikan. Memang sebagai orang kristen, kita tidak lepas dari konsep pemeliharaan Tuhan tapi kadang kitapun merasakan apa yang namanya depresion. Hidup manusia selalu mencari jawaban karena ada kekekalan dalam hati manusia. ( disini ada konsep waktu dimana manusia selalu mencari, mencari dan mencari tetapi mereka tidak mendapatkan apa yang dicarinya. Memang, percuma saja manusia berusaha sekuat tenaga berjuang untuk mencari karena jawabannya ada pada Tuhan karena memang Tuhan tidak gampang memberikan kepada manusia. ( Pengkhotbah 7:14, 8:17). Suffering bukan membawa kita untuk meninggalkan Tuhan tetapi justru mengajak setiap kita untuk mengakui kedaulatan Allah serta mengikuti rencana Allah bagi manusia.

Dari sini kita berusaha belajar untuk berani menumpahkan seluruh isi hati kita kepada Tuhan, sampaikan suka dukamu , canda tawa dan kemarahanmu, kepastian dan keraguanmu, manis dan kepahitanmu, kebenaran dan kesalahanmu, kegembiraan dan kekecewaanmu kepada-Nya karena kita takut kepada Tuhan ( Yare ) dan kita, manusia menghormati-Nya. Hanya Allah kita satu-satunya sumber dari semua berkat dan kekuatan kita yang akan memampukan kita mengatasi penderitaan dan kesengsaraan kita melalui satu Nama yang Agung yaitu Yesus Kristus, satu-satunya juruselamat kita yang rela mati, menebus dosa dan menyediakan tempat bagi manusia dari masa lalu, sekarang dan akan datang.

Comments